Gay cetak rekor HIV Aids terbanyak di Kota Sukabumi
Gay Cetak Rekor HIV Aids
Terbanyak di Kota Sukabumi Tahun 2019

Kabid P2P Dinkes Kota Sukabumi dr Lulis
Delawati
SUKABUMI, RADARSUKABUMI.com – Dinas Kesehatan Kota Sukabumi
menyebutkan bahwa perilaku seks menyimpang yakni LGBT (Lesbian, gay, biseksual dan
transgender) merupakan penyumbang terbesar kasus HIV Aids di Kota Sukabumi.
Bahkan jumlah kasus baru HIV Aids pun terus meningkat setiap tahunnya.
“Ya trennya cenderung meningkat tiap
tahun,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada
Dinkes Kota Sukabumi dr Lulis Delawati kepada Radarsukabumi.com, Selasa
(18/2/2020).
Berdasarkan data
laporan SIHA sampai dengan Desember 2019 pada Dinkes Kota Sukabumi, tahun 2019
tercatat 169 kasus baru HIV Aids. Angka ini, kata Lulis, adalah rekor terbanyak
secara YoY (year on year) di Kota Sukabumi sejak tahun 2000.
Sebelumnya pada
tahun 2017 tercatat 160 kasus baru sekaligus sebagai tahun dengan kasus
terbanyak kedua di kota Sukabumi. Adapun yang terendah yakni pada tahun 2001
dengan temuan 2 kasus baru. Sehingga jumlah kumulatif kasus HIV Adis di Kota
Sukabumi saat ini berjumlah 1.566 kasus. “Tapi walaupun begitu peringkat Kota
Sukabumi di Jawa Barat turun. Pernah peringkat ketiga, lalu turun jadi kelima.
Sekarang Kota Sukabumi peringkat kesembilan,” sebut Lulis.
Lebih lanjut, masih dari sumber data
yang ada, kasus HIV Aids yang ditemukan di Kota Sukabumi berdasarkan faktor
risiko pada tahun 2019, yang terbanyak adalah lelaki suka lelaki (LSL) dengan
58 kasus. Indikator inipun dipertegas dengan grafik penemuan kasus HIV Aids
berdasarkan jenis kelamin. Yang terbanyak adalah laki-laki dengan 112 kasus dan
perempuan sebanyak 57 kasus. “Intinya, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa
LGBT adalah masalah kesehatan jiwa. Hal ini memiliki risiko terpapar IMS dan
HIV Aids lebih tinggi dan menjadi penyumbang terbesar kasus HIV Aids khususnya
LSL atau gay,” pungkasnya. (izo/rs)
Pandangan saya terhadap fenomena terkait gay Cetak
Rekor HIV Aids Terbanyak di Kota Sukabumi Tahun 2019
Dalam kasus
tersebut gay menjadi penyumbang terbesar kasus HIV Aids di
Kota Sukabumi tetapi perlu diingat bukan
hanya gay yang dapat menyebarkan HIV dan Aids, ada lesbian, biseksual, dan transgender atau dapat kita
singkat kasus tersebut dengan LGBT, LGBT berpotensi besar dalam penyebaran
penyakit HIV dan Aids yang dimana sampe sekarang penyakit tersebut
belum ditemukan obatnya.
Topik mengenai LGBT mungkin tak pernah habis
untuk dibicarakan. Entah saat kita menyaksikan peperangan opini di media
sosial, atau kafe, perdebatan mengenai penyebab LGBT, atau kaitan LGBT dengan
agama, terus terjadi.
LGBT adalah singkatan dari
dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Lesbian merupakan ketertarikan atau orientasi seksual perempuan yang
menyukai sesama jenis. Gay merupakan orientasi seksual laki-laki penyuka
laki-laki. Sementara itu, biseksual membuat seseorang menyukai perempuan dan
laki-laki.
Dalam kelompok LGBT juga ada
transgender, yang merujuk pada kelompok individu dengan identitas seksual yang
berbeda dari jenis kelamin sejak lahir. Misalnya, seseorang dengan alat kelamin
penis meyakini dirinya merupakan seorang wanita, didalam ilmu keperawatan orang
tersebut mengidap gangguan konsep diri
karena dia tidak mengetahui identitas gendernya sehingga tidak
mengetahui jenis kelaminnya sendiri, selain itu orang yang mengidap gagguan
konsep diri dia tidak berperan sesuai gendernya.
Keberadaan kelompok
LGBT masih dipertanyakan, bahkan tak jarang mendapat penolakan. Sebenarnya, apa
penyebab LGBT? Ada banyak faktor yang menjadi pemicu atau penyebab LGBT. Para
ahli percaya, kombinasi dari beberapa faktor membuat seseorang memiliki
orientasi seksual dan ekspresi gender yang berbeda, dari Anda. Faktor tersebut,
meliputi:
1. Faktor genetik
Allan Schwartz, LCSW, Ph.D, seorang
psikoanalis lulusan National Psychological Association for Psychoanalysis,
Amerika Serikat, menuliskan bahwa faktor genetik diyakini ahli sebagai salah
satu penyebab LGBT. Kromosom X yang diturunkan dari ibu ke anak, membawa
keragaman gen yang membuat seseorang menjadi gay.
2. Faktor biologis & hormon
Allan Scwartz juga menuliskan, faktor
biologis turut menjadi penyebab homoseksual dan biseksual, dalam LGBT. Ibu yang
melahirkan lebih dari satu anak laki-laki, berisiko memiliki anak laki-laki
gay, di antara putra-putra yang ia lahirkan. Menurut ahli, saat sang ibu
melahirkan anak laki-laki yang lebih tua, fenomena biologis terjadi pada
dinding rahimnya. Kondisi ini, memicu perubahan pada janin anak laki-laki yang
lebih muda, dan memunculkan risiko orientasi homoseksual.
Para ilmuwan berspekulasi, fenomena
biologis tersebut melibatkan adanya perubahan hormon. Hal ini memengaruhi otak
sang anak yang menjadi gay, walaupun mekanisme spesifiknya masih belum
diketahui.
Cara Mengatasi LGBT
Mengingat banyak sekali dampak-dampak yang
ditimbulkan dari perilaku
menyimpang LGBT, maka diperlukan cara
mengantisipasinya agar selamat dari
bahaya LGBT ini, di antaranya adalah :
1. Menumbuhkan
Kesadaran Individual Pelaku LGBT
Tak dipungkiri bahwa setan menjadi musuh abadi manusia yang akan terus
menyesatkan dan menjerumuskan manusia ke dalam lembah kebinasaan. Allah SWT
berfirman: “Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh setan;
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S.
Az-Zukhruf: 62) Cara setan dalam menyesatkan manusia adalah dengan memoles perbuatan
maksiat dan jahat sehingga tampak indah dalam pandangan manusia. “Iblis berkata:
Ya Rabbi, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, maka pasti aku akan
menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti
aku akan menyesatkan mereka semuanya.
” (Q.S. Al-Hijr: 39)
2. Menjaga pergaulan
3. Menutup segala celah pornografi misalnya dari
gadget. Orang tua harus aktif dalam hal ini.
4. Diadakan kajian atau seminar mengenai bahaya
LGBT di sekolah-sekolah
5. Adanya undang-undang
yang melarang adanya LGBT sehingga hal ini tidak menyebar semakin parah.
6. Diadakan penyuluhan keagamaan mengenai LGBT
yang menyimpang dari aturan agama.
Peran Perawat
Dengan
terus berkembangnya kelompok LGBT, perawat dapat mempersiapkan diri untuk
memenuhi kebutuhan individu LGBT dengan tekun membaca, mendengarkan, dan
membuat beberapa penyesuaian sederhana dan praktis dalam praktik keperawatan.
Berikut hal-hal yang harus dilakukan perawat ketika merawat pasien LGBT.
1. Perawat mengetahui
definisi kunci LGBT.
Perawat
dapat membaca dan mempelajari tentang arti dari aseksual, gay, lesbian,
biseksual, dan panseksual secara tekun agar mampu membedakan jenis masalah
pasien.
2. Perawat mecniptakan
lingkungan yang ramah bagi pasien LGBT.
Individu
LGBT memiliki sejarah panjang diskriminasi pada tingkat individu dan kelompok,
termasuk sistem perawatan kesehatan. Mereka mungkin "memindai" suatu
lingkungan untuk menentukan apakah itu adalah tempat yang aman untuk
mengungkapkan informasi pribadi, terutama tentang seksualitas. Perawat harus
belajar memagang rahasia dan menunjukan bahwa perawat peduli dengan masalah
mereka.
3. Perawat mengunakan bahasa
inklusif.
Mungkin
perlu sedikit latihan, tetapi perawat dapat mengubah kosakata menuju
inklusivitas, sehingga dapat membuka pintu diskusi perawatan kesehatan yang
lebih terbuka.
4. Perawat menggunakan
bahasa yang netral gender.
Dekati
setiap interaksi dengan pikiran terbuka dan sikap tidak menghakimi. Ingat,
pekerjaan perawat sebagai profesional kesehatan adalah membantu pasien untuk
memecahkan masalah kesehatan, atau mengurangi risiko masalah kesehatan di masa
depan. Jika pasien tidak merasa nyaman berbagi perilaku secara relevan, apa
gunanya membangun interaksi.
5. Perawat mengajukan
pertanyaan terbuka kepada pasien LGBT.
Misalnya, bertanya "Apakah ada hal lain yang akan
membantu saya memastikan Anda mendapatkan hasil maksimal dari kunjungan
ini?". Pertanyaan terbuka dapat membantu pasien berbagi informasi
kesehatan yang relevan.
Selain
itu, jangan membanjiri pasien dengan pertanyaan yang tidak terkait dengan
alasan kunjungan mereka. Fokus pada perilaku yang berdampak pada kesehatan
sehingga percakapan dapat secara positif mempengaruhi kondisi kesehatan dan
mendorong penerimaan akan kondisinya oleh pasien
6. Perawat menggunakan "label"
yang tepat.
Hindari
menerapkan label seperti "gay." Beberapa orang tidak mengidentifikasi
diri dengan label deskriptif tertentu, namun mungkin melakukan hubungan seks
dengan mitra lebih dari satu jenis kelamin. Misalnya, pria gay mungkin pernah
memiliki pengalaman seksual dengan lawan jenis, individu biseksual, atau
mungkin memiliki periode monogami yang panjang. Perlu diingat bahwa seksualitas
dapat berevolusi seiring waktu.
7. Perawat menyampaikan
dengan rasa hormat.
Selalu
ingat bahwa pasien LGBT yang dirawat telah mengambil langkah berani untuk
berada di ruang perawatan dan mengungkapkan beberapa informasi paling pribadi
tentang kehidupan mereka. Perawat harus mengungkapkan rasa pedulinya untuk
mendapatkan informasi tentang kebutuhan khusus mereka. Kualitas interaksi
perawat dapat benar-benar menghadirkan perubahan kondisi hidup dan kesehatan seseorang.
Referensi
:
5. https://www.qureta.com/post/apa-yang-harus-dilakukan-perawat-indonesia-ketika-merawat-pasien-lgbt.
Komentar
Posting Komentar